Jumat, 17 Januari 2014

KEHENDAK UNTUK BERKUASA DAN MANUSIA UNGGUL ( Friedrich Nietzsche, 1844-1900 )

Nietzsche mengembangkan filsafat etika berdasarkan teori evolusi. Baginya, kalau hidup adalah perjuangan untuk bereksistensi dimana organisme yang paling pantas untuk bereksistensi dimana organisme yang paling pantas untuk hiduplah yang berhak untuk terus melangsungkan kehidupannya, maka kekuatan adalah kebajikan yang utama dan kelemahan adalah keburukan yang memalukan. Yang baik adalah yang mampu melangsungkan kehidupan, yang berjaya, dan menang; yang buruk adalah yang tidak bisa bertahan, yang terpuruk, dan kalah.
Hidup adalah medan laga tempat seluruh makhluk bertarung agar bisa terus melangsungkan hidupnya. Dan dalam pertarungna yang kita namakan keidupan itu, kita tidak memerlukan kebaikan melainkan kekuatan; yang yang dibutuhkan dalam hidup bukanlah kerendahan hati melainkan kebanggan diri;bukan altruisme, melainkan kecerdasan yang sangat tajam. Dan, hukum kehidupan bukanlah hukum yang dibuat oleh manusia, melainkan hukum yang dibuat oleh alam: kesamaan dan demokrasi bertentangan dengan kenyataan seleksi alam dan kelangsungan hidup; keadilan berlawanan dengan kekuasaan, merupakan wasit sejati dari seluruh perbedaan dan seluruh nasib makhluk hidup.

Manusia Unggul

Sebagaimana moralitas tidak terletak pada kebaikan, demikian juga tujuan dari kerja keras manusia bukanlah demi peningkatan kualittas hidup manusia, malainkan demi perkembangan individu-individu unggul yang lebih baik dan lebih kuat. “ bukan menjadi manusia yang merupakan tujuan hidup yang sejati, melainkan menjadi Manusia Unggul.” “ Umat manusia tidak ditingkatkan atau diperbaiki, karena dalam kenyataan tidak ada umat manusia itu adalah abstraksi; yang ada adalah sarang semut individu-individu.” Masyarakat adalah alat (mesin)untuk meningkatkan kekuatan dan kepribadian individu-individu; kelompok bukanlah menjadi tujuan. “ untuk tujuan apakah mesin-mesin itu jika semua individu hanya dipakai untuk menjaga dan mempertahankannya? Mesin atau organisasi-organisasi sosial, yang kelak akan berakhir dengan sendirinya, tidak lain umana commedia?”
Mansia unggul tidak dilahirkan oleh alam. Proses biologis sering tidak adil terhadap individu-individu yang luar biasa; alam sangat kejam pada produknya yang paling baik; alam lebih mencintai dan melingdungi manusia manusia yang rata-rata dan sedang-sedang saja; di dalam alam terdapat penyimpangan yang terus menerus pada “jenis-jenis” manusia. Manusia Unggul dapat hidup dan bertahan hanya melalui seleksi manusia (human selection), melalui perbaikan kecerdasan (eugenic foresight) dan pendidikan yang meningkatkan derajat dan keagungan individu-individu.
Maka, amatlah absurd kalau membiarkan individu-individu yang lebih tinggi derajatnya melakukan perkawinan karena cinta, misalnya, para apahlawan dengan gadis-gadis pelayan, para jenius dengan tukang jahit perempuan! Schopenhauer keliru, cinta bukanlah eugenetika; kalau seorang manusia sedang jatuh cinta; jangan biarkan dia membuat keputusan-keputusan yang bisa mempengaruhi seluruh hidupnya; tidak mungkin bagi manusia bercinta dan bijaksana sekaligus! Kita wajib menyatakan “tidak sah” pada janji-janji yang diucapkan oleh seorang yang sedang kasmaran; kita harus memandang cinta sebagai rintangan berat untuk perkawinan. Yang terbaik harus mengawini yang terbaik. Tujuan perkawinan bukanlah semata-mata reproduksi, tetapi juga harus ditujukan untuk perkembangan. “Perkawinan: saya akan menamakannya kehendak dari dua orang untuk menciptakan satu kesatuan yang lebih daripada mereka yang menciptakannya. Saya namakan perkawinan sebagai penghormatan sau sama lain setelah mereka saling menghendaki.”
Calon manusia Unggul yang baru lahir membutuhkan peningkatan kecerdasa. “ Intelek melulu tidak membuat manusia jadi mulia; sebaliknya, selalu perlu sesuatu untuk memuliakan Intelek…lalu, apa yang dibutuhkan? Darah….” Setelah itu, diperlukan pendidikan yang keras, di mana kesempurnaan merupakan materi utamanya, dan “tubuh dilatih untuk menderita dalam keheningan yang diam, sedangkan kehendak dilatih untuk memerintah dan mematuhi perintah.” Pendidikan untuk Manusia-manusia Unggul haruslah sedemikian keras, sehingga mereka mampu membuat tragedi menjadi komedi; ‘Ia yang berjalan menyusuri gunung-gunung tertinggi akan menetawakan semua tragedi”

Energi, Intelek, dan kehormatan atau kebanggan diri membuat Manusia Unggul. Namun kesemuanya itu harus selaras: gairah-gairah akan menjadi kekuatan, hanya jika mereka dipilih dan dipadukan oleh suatu tujuan besar, yang mampu membentuk berbagai keinginan yang masih kabur ke dalam kekuatan satu kepribadian. “kesengsaraan bagi para pemikir ibarat tanah subur bagi tanaman.” Siapa yang segala tingkah lakunya hanya mengikuti impuls-impulsnya? Mereka adalah manusia-manusia dungu yang lemah, yang kurang memiliki kekuatan untuk hidup dan bertahan; mereka tidak cukup kuat untuk menagtakan tidak; mereka adalah pecundang, manusia dekaden. Hal yang terbaik adalah mendisiplinkan diri, berbuat keras terhadap diri sendiri. “manusia yang tidak ingin jadi komponen massa, berhentilah memanjakan diri sendiri.”kita harus keras pada orang lain, tetapi terutama pada diri kita sendiri; kita harus mempunyai tujuan dalam menghendaki apa saja, kecuali berkhianat pada teman sendiri, itulah tanda kemuliaan, rumus akhir Manusia unggul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar